BerandaHeadline Terkini Terpopuler Suara Kita. #Covid-19; #Artis; #Kesehatan; #OnePiece; #SepakBola; #ZonaMistis; #Jokowi; #PrabowoSubianto; Beranda; Nasional; Nasional Umum; 2 Desember 2020 14:36 WIB . Absen Panggilan Polisi, PKB: Sebagai Warga yang Berakhlak dan Taat Hukum Semestinya Habib Rizieq Hadir . Maknanya), ketaatan kepada penguasa menjadi penjagaan dan perlindungan (dari berbagai keburukan) bagi siapa saja. Dengan ketaatan itu, akan tegak berbagai hukum, tertunaikan kewajiban, terlindungi darah (kaum muslimin), dan terjamin keamanan di jalan-jalan. Tentukita yakin bahwa seluruh aturan hukum Islam yang berasal dari Sang Maha Pencipta ini pasti merupakan solusi bagi problematika umat manusia dan pasti mendatangkan maslahat. Semestinya, itu pula yang harus dilakukan oleh umatnya. Ketaatan total terhadap syariah Islam, sekaligus mewujudkan penerapannya secara kaffah dalam Khilafah KetaatanMasyarakat Internasional terhadap Hukum Internasional dalam Perspekti Filsafat Hukum Seth-iam Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jl. Tamanslswa No. 158 Yogyakarta sefri ani@y The research is aimed to figure out whether the International Law is a genuine law This concerns with . Saya menerima sebuah hadiah istimewa Natal lalu yang membawa bersamanya banyak kenangan. Keponakan perempuan saya memberikannya kepada saya. Itu sempat berada di antara barang-barang yang saya tinggalkan di rumah lama keluarga kami ketika saya pindah setelah saya menikah. Hadiah itu adalah buku coklat kecil ini yang saya pegang dalam tangan saya. Itu adalah buku yang diberikan kepada prajurit OSZA yang masuk dalam angkatan bersenjata selama Perang Dunia II. Saya secara pribadi menganggap buku itu sebagai hadiah dari Presiden Heber J. Grant dan para penasihatnya, J. Reuben Clark Jr. dan David O. McKay. Di bagian depan buku itu, tiga nabi Allah ini menulis “Insiden dinas militer tidak mengizinkan kami berhubungan terus-menerus secara pribadi dengan Anda, baik secara langsung ataupun dengan representasi pribadi. Cara terbaik kami berikutnya adalah untuk meletakkan dalam tangan Anda bagian-bagian itu dari wahyu modern dan dari penjelasan tentang asas-asas Injil yang akan mendatangkan bagi Anda, di mana pun Anda mungkin berada, harapan dan iman yang diperbarui, seperti juga penghiburan, pelipuran, dan kedamaian roh.”1 Dewasa ini kita mendapati diri kita sendiri dalam peperangan yang lain. Ini bukanlah peperangan dengan alat senjata. Itu adalah perang pikiran, perkataan, dan perbuatan. Itu adalah perang dengan dosa, dan lebih dari sebelumnya kita perlu untuk diingatkan mengenai perintah-perintah. Sekularisme menjadi norma, dan banyak dari kepercayaan dan praktiknya bertentangan langsung dengan apa yang ditetapkan oleh Tuhan Sendiri demi kepentingan anak-anak-Nya. Dalam buku coklat kecil itu, segera setelah surat dari Presidensi Utama, ada sebuah “Catatan Kata Sambutan kepada Para Pria dalam Tugas Militer,” berjudul “Kepatuhan terhadap Hukum Adalah Kemerdekaan.” Catatan itu menarik kesejajaran antara hukum militer, yang “adalah demi kebaikan semua yang berada dalam dinas militer,” dengan hukum ilahi. Itu berbunyi, “Di alam semesta, juga, di mana Allah memerintah, ada hukum—hukum … universal dan kekal—dengan berkat-berkat tertentu dan hukuman-hukuman yang tak berubah.” Kata-kata terakhir dari catatan itu berfokus pada kepatuhan pada hukum Allah “Jika Anda ingin kembali kepada orang-orang terkasih Anda dengan kepala tegak, … jika Anda mau menjadi seorang pria dan hidup dengan melimpah—maka taatilah hukum Allah. Dengan melakukan itu Anda dapat menambahkan pada kebebasan-kebebasan berharga itu yang tengah Anda perjuangkan untuk lestarikan, sebuah yang lain di mana kebebasan lainnya sangat mungkin bergantung, kebebasan dari dosa; karena sesungguhnya kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan.”2 Mengapa ungkapan “kepatuhan terhadap hukum adalah kemerdekaan” terdengar begitu benar bagi saya pada saat itu? Mengapa itu terdengar benar bagi kita semua saat ini? Barangkali itu karena kita memiliki suatu pengetahuan yang diungkapkan tentang sejarah prafana kita. Kita mengenali bahwa ketika Allah Bapa Kekal menyajikan rencana-Nya kepada kita pada permulaan zaman, Setan ingin mengubah rencana tersebut. Dia mengatakan dia akan menebus semua umat manusia. Tidak satu jiwa pun akan hilang, dan Setan yakin dia dapat menggolkan usulannya. Namun ada biaya yang tidak dapat diterima—kehancuran dari hak pilihan manusia, yang dulu dan sekarang adalah sebuah karunia yang diberikan oleh Allah lihat Musa 41–3. Mengenai karunia ini, Presiden Harold B. Lee menuturkan, “Setelah kehidupan itu sendiri, hak pilihan adalah karunia terbesar Allah bagi umat manusia.”3 Bukanlah hal yang sepele bagi Setan untuk mengabaikan hak pilihan manusia. Bahkan, itu menjadi isu utama yang karenanya Perang di Surga berkecamuk. Kemenangan dalam Perang di Surga adalah kemenangan bagi hak pilihan manusia. Setan, bagaimanapun, belumlah selesai. Rencana cadangannya—rencana yang telah dia jalankan sejak zaman Adam dan Hawa—adalah untuk menggoda pria dan wanita, pada dasarnya untuk membuktikan kita tidak layak akan karunia hak pilihan pemberian Allah. Setan memiliki banyak alasan untuk melakukan apa yang dia lakukan. Mungkin yang paling kuat adalah motivasi balas dendam, namun dia juga ingin membuat pria dan wanita sengsara seperti dia adalah sengsara. Tidak satu pun dari kita hendaknya pernah meremehkan bagaimana termotivasinya Setan untuk berhasil. Peranannya dalam rencana kekal Allah menciptakan “pertentangan dalam segala hal” 2 Nefi 211 dan menguji hak pilihan kita. Setiap pilihan yang Anda dan saya buat adalah ujian dari hak pilihan kita—apakah kita memilih untuk patuh atau tidak patuh terhadap perintah-perintah Allah sebenarnya adalah pilihan antara “kemerdekaan dan kehidupan kekal” serta “penawanan dan kematian.” Ajaran fundamental ini secara jelas diajarkan dalam 2 Nefi pasal 2 “Karena itu, manusia bebas secara daging; dan segala sesuatu diberikan kepada mereka yang adalah perlu bagi manusia. Dan mereka bebas untuk memilih kemerdekaan dan kehidupan kekal, melalui Perantara yang agung bagi semua orang, atau untuk memilih penawanan dan kematian, menurut penawanan dan kuasa iblis; karena dia berupaya agar semua orang boleh sengsara seperti dirinya” 2 Nefi 227. Dalam banyak aspek, dunia ini telah senantiasa berperang. Saya percaya ketika Presidensi Utama mengirimkan kepada saya buku coklat kecil saya ini, mereka lebih prihatin mengenai perang yang jauh lebih besar daripada Perang Dunia II. Saya juga percaya mereka berharap buku ini akan menjadi perisai iman melawan Setan dan bala tentaranya dalam perang yang lebih besar ini—perang melawan dosa—dan berfungsi sebagai suatu pengingat bagi saya untuk menjalankan perintah-perintah Allah. Satu cara untuk mengukur diri kita sendiri dan membandingkan diri kita dengan generasi-generasi sebelumnya adalah dengan salah satu standar tertua yang dikenal manusia—Sepuluh Perintah. Untuk sebagian besar dunia yang beradab, khususnya dunia Kristen-Yahudi, Sepuluh Perintah telah menjadi batasan yang paling diterima dan abadi antara yang baik dan yang jahat. Menurut penilaian saya, empat dari Sepuluh Perintah digunakan secara serius dewasa ini seperti juga kapan pun. Sebagai suatu budaya, kita membenci dan mengutuk pembunuhan, pencurian, dan kebohongan, dan kita masih percaya pada tanggung jawab anak-anak terhadap orang tua mereka. Namun sebagai masyarakat yang lebih luas, kita secara rutin mengabaikan enam perintah lainnya Jika prioritas duniawi adalah suatu indikasi, kita tentunya memiliki “allah-allah lain” yang kita dahulukan sebelum Allah yang sejati. Kita membuat berhala-berhala dari selebriti, dari gaya hidup, dari kekayaan, dan ya, kadang-kadang dari patung yang diukir atau benda. Kita menggunakan nama Allah dengan segala jenis cara yang tidak senonoh, termasuk seruan kita dan sumpah serapah kita. Kita menggunakan hari Sabat untuk pertandingan terbesar kita, rekreasi paling serius kita, belanja terberat kita, dan hampir segala sesuatu yang lain selain peribadatan. Kita memperlakukan hubungan seksual di luar pernikahan sebagai rekreasi dan hiburan. Dan menginginkan milik sesama telah menjadi cara hidup yang terlalu umum lihat Keluaran 203–17. Para nabi dari semua dispensasi telah secara konsisten memperingatkan pelanggaran terhadap dua dari perintah yang lebih serius—perintah yang berkaitan dengan pembunuhan dan perzinaan. Saya melihat suatu dasar yang sama untuk dua perintah amat penting ini—kepercayaan bahwa kehidupan itu sendiri adalah hak Allah dan bahwa tubuh jasmani kita, bait suci kehidupan fana, hendaknya diciptakan dalam batasan-batasan yang telah Allah tetapkan. Bagi manusia untuk menggantikan aturan-aturannya sendiri untuk hukum-hukum Allah pada sisi mana pun dari kehidupan merupakan tingginya kelancangan dan dalamnya dosa. Dampak utama dari sikap yang semakin bobrok ini mengenai kekudusan pernikahan adalah konsekuensi terhadap keluarga—kekuatan keluarga merosot pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kemerosotan ini menyebabkan kerusakan yang meluas pada masyarakat. Saya melihat sebab dan dampak yang langsung. Sewaktu kita melepaskan komitmen dan kesucian pada pasangan nikah kita, kita menghilangkan perekat yang menyatukan masyarakat kita bersama. Sebuah cara yang berguna untuk berpikir tentang perintah-perintah adalah itu merupakan nasihat penuh kasih dari Bapa Surgawi yang bijaksana dan maha mengetahui. Gol-Nya adalah kebahagiaan kekal kita, dan perintah-perintah-Nya adalah peta jalan yang telah Dia berikan kepada kita untuk kembali kepada-Nya, yang merupakan satu-satunya jalan kita akan menjadi bahagia secara kekal. Seberapa signifikankah rumah tangga dan keluarga bagi kebahagiaan kekal kita? Di halaman 141 dari buku coklat kecil saya, itu berbunyi, “Sungguh surga kita hanyalah sedikit lebih daripada suatu pantulan dari rumah kita ke dalam kekekalan.”4 Ajaran tentang keluarga dan rumah tangga baru-baru ini ditegaskan kembali dengan kejelasan dan penekanan besar dalam “Keluarga Pernyataan kepada Dunia.” Itu menyatakan sifat kekal dari keluarga dan kemudian menjelaskan hubungannya dengan peribadatan bait suci. Pernyataan itu juga menyatakan hukum yang padanya kebahagiaan kekal keluarga ditautkan, yaitu, “Kuasa penciptaan yang sakral ini [hendaknya] digunakan hanya antara pria dan wanita, yang telah dinikahkan secara resmi sebagai suami dan istri.”5 Allah mengungkapkan kepada para nabi-Nya bahwa ada kemutlakan moral. Dosa akan selalu menjadi dosa. Ketidakpatuhan terhadap perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Dunia berubah secara konstan dan dramatis, namun Allah, perintah-perintah, dan berkat-berkat-Nya yang dijanjikan tidaklah berubah. Itu abadi dan tak berubah. Pria dan wanita menerima hak pilihan mereka sebagai karunia dari Allah, namun kemerdekaan mereka dan, pada gilirannya, kebahagiaan kekal mereka datang dari kepatuhan terhadap hukum-hukum-Nya. Sebagaimana Alma menasihati putranya Korianton, “Kejahatan tidak pernah merupakan kebahagiaan” Alma 4110. Di zaman Pemulihan kegenapan Injil ini, Tuhan sekali lagi telah mengungkapkan kepada kita berkat-berkat yang dijanjikan kepada kita karena patuh pada perintah-perintah-Nya. Dalam Ajaran dan Perjanjian 130 kita membaca “Ada suatu hukum, dengan tak terbatalkan ditetapkan di surga sebelum pelandasan dunia ini, yang di atasnya segala berkat dilandaskan— Dan ketika kita mendapatkan berkat apa pun dari Allah, itu adalah karena kepatuhan pada hukum itu yang di atasnya itu dilandaskan” A&P 13020–21. Tentunya tidak dapat ada ajaran apa pun yang lebih kuat dinyatakan dalam tulisan suci daripada perintah-perintah Tuhan yang tak berubah dan hubungannya dengan kebahagiaan dan kesejahteraan kita sebagai individu, sebagai keluarga, dan sebagai masyarakat. Ada kemutlakan moral. Ketidakpatuhan pada perintah-perintah Tuhan akan selalu menghalangi kita dari berkat-berkat-Nya. Ini tidaklah berubah. Di dunia di mana kompas moral masyarakat terhuyung-huyung, Injil Yesus Kristus yang dipulihkan tidak pernah goyah, tidak juga hendaknya pasak-pasak dan lingkungan-lingkungannya, keluarganya, atau anggota-anggota individunya. Kita tidak boleh mengambil dan memilih perintah mana yang menurut kita penting untuk ditaati melainkan mengakui semua perintah Allah. Kita harus berdiri kukuh dan tabah, memiliki keyakinan yang sempurna dalam konsistensi Tuhan serta kepercayaan sempurna pada janji-janji-Nya. Semoga kita senantiasa menjadi terang di atas bukit, teladan dalam menaati perintah-perintah, yang tidak pernah berubah dan tidak akan pernah berubah. Sama seperti buku kecil ini mendorong para prajurit OSZA untuk berdiri kukuh secara moral di masa-masa perang, semoga kita, di perang zaman akhir ini, menjadi suatu mercusuar bagi seluruh bumi dan khususnya bagi anak-anak Allah yang mengupayakan berkat-berkat Tuhan. Mengenai ini saya bersaksi dalam nama Yesus Kristus, amin. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Agama tidak hanya belajar tentang kitab suci. Agama juga tidak hanya sebatas mengenal surga dan negara. Namun dalam agama juga diajarkan tentang bagaimana membentuk kesalahen individual dan sosial. Bagaimana kita harus bisa menghargai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Bagaimana kita harus bisa saling berinteraksi dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, tanpa mempersoalkan apa latar juga mengajarkan nilai-nilai toleransi, yang harus merangkul semua orang, berdampingana dengan perbedaan. Untuk itulah, jika ada seseorang yang mengklaim dirinya seorang yang religius, seorang yang paham agama, tentu saja segala bentuk ucapan dan perilakunya akan lebih terjaga. Tidak pernah menjelekkan, tidak pernah menebar kebencian, tidak pernah melakukan provokasi atau tindakan intoleran yang dipungkiri, kemajuan teknologi ini telah melahirkan tokoh-tokoh baru yang mengklaim dirinya memahami agama. Banyak tokoh agama yang tenar karena media sosial. Namun tidak sedikit pula tokoh agama kampung, yang memilih untuk tidak terkenal, dan mamanfaatkan waktunya untuk kepentingan yang lebih positif. Para tokoh ini tak jarang juga mengeluarkan statemen yang bisa memancing amarah public, dan tidak bisa memberikan arahan kepada para simpatisannya. Padahal, dalam agama diajarkan untuk saling menghargai dan menghormati. Dalam agama juga dianjurkan untuk mentaati aturan hukum yang berlaku. Namun pada kenyataannya, ada beberapa oknum yang justru melakukan pembangkangan. Karena merasa benar, mereka melawan aturan hukum dan terus mengeluarkan statemen yang bisa memicu kebencian. Hal semacam ini harus terus diwaspadai. Terlebih bibit intoleransi dan radikalisme juga bisa berpotensi menyusup di dalam provokasi tersebut. Tidak sedikit dari orang-orang tersebut yang terus berlindung dibalik nilai-nilai agama, untuk menutupi perilakunya yang salah tersebut. Masyarakat harus jeli dan obyektif. Jangan mudah terpengaruh oleh pernyataan pernyataan yang menyudutkan siapapun. Jangan mudah percaya informasi yang muncul, sebelum melakukan cek dan ricek. Jika memang mereka terbukti salah, tak perlu juga untuk saling hujat. Ingat, jika kita memang mengklaim diri sebagai pribadi yang taat agama, semestinya kita bisa mengedepankan perilaku yang sejuk, yang mengedepankan cinta kasih. Agama memang harus dibela. Namun juga harus sesuai dengan spirit usah menjelekkan orang lain karena dianggap salah. Tak usah pula mengkafirkan orang lain karena berbeda keyakinan atau latar belakang. Ingat, kita semua sudah berbeda sejak dari lahir. Negara ini pun juga berisi dengan berbagai macam keragaman suku, budaya, agama dan bahasa. Tak perlu menyatakan yang ini paling benar, yang itu paling salah. Biarlah urusan Allah yang menyatakan si A sesat atau tidak. Namun, dalam konteks bernegara, jangan menyalahkan hukum jika memang hukum telah bertindak secara benar. Terkadang banyak orang yang menyalahkan pemerintah dan hukum, lalu memprovokasi orang untuk melakukan pengerahan semua negara saat ini masih menjalani masa pandemi covid-19. Lebih baik kita berkonsentrasi untuk menjaga jarak, menjaga kesehatan agar penyebaran pandemi bisa dikendalikan. Kontrol juga pernyataan-pernyataan yang tidak perlu. Dan bagi seseorang yang punya pengikut banyak, mari saling mengingatkan untuk terus membekali diri dengan literasi, untuk tidak mudah terprovokasi. Kita adalah negara hukum. Mematuhi hukum juga diajarkan oleh agama. Karena itu, mari kita saling sinergi agar apa yang kita inginkan bisa terwujud di negeri ini. Salam damai. Lihat Humaniora Selengkapnya Jawabanpenting marena Ketaatan atau kepatuhan terhadap hukum yang berlaku merupakan konsep nyata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Tingkat kepatuhan hukum yang diperlihatkan oleh seorang warga negara, secara langsung menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang dimilikinya. Kepatuhan hukum mengandung arti bahwa seseorang memiliki kesadaran masyarakat taat hukumPenjelasansemoga membantu Utrecht mengatakan bahwa pada umumnya orang mentaati hukum karena bermacam-macam sebab yaitu a. Karena orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum. b. Supaya ada rasa ketentraman. d. Karena adanya paksaan sanksi sosial. Beberapa teori dan aliran yang menyebabkan hukum ditaati orang A. Mazhab Hukum Alam atau Hukum Kodrat Mazhab hukum Alam adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak artinya bahwa keadilan tidak boleh digangggu. Hukum Alam adalah hukum yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut 1. Terlepas dari kehendak manusia, atau tidak bergantung pada pandangan manusia. 2. Berlaku tidak mengenal batas waktu, artinya berlaku kapan saja. 3. Bersifat universal artinya berlaku bagi semua orang. 4. Berlaku di semua tempat atau berlaku dimana saja tidak mengenal batas tempat. 5. Bersifat jelas bagi manusia. Adapun ajaran hukum alam ini meliputi - Ajaran hukum alam Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua macam hukum yaitu Hukum yang berlaku karena penetapan penguasa negara dan Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia. Hukum yang kedua ini adalah hukum alam yaitu hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia akan tetapi berlaku untuk semua manusia, kapan saja dan dimanapun dia berada. - Ajaran hukum alam Thomas Aquino Thomas Aquino berpandangan bahwa alam itu ada ,yaitu dalam hukum abadi yang merupakan rasio Ketuhanan Lex Aeterna yang menguasai seluruh dunia sebagai dasar atau landasan bagi timbulnya segala undang-undang atau berbagai peraturan hukum lainnya dan memberikan kekuatan mengikat pada masing-masing peraturan hukum tersebut. - Ajaran hukum alam Hugo de Groot Grotius Hugo de Groot berpendapat bahwa hukum alam bersumber dari akal manusia. Hukum kodrat adalah pembawaan dari setiap manusia dan merupakan hasil perimbangan dari akal manusia itu sendiri, karena dengan menggunakan akalnya manusia dapat memahami apa yang adil dan apa yang tidak adil, mana yang jujur dan mana yang tidak jujur. B. Mazhab Sejarah Mazhab sejarah dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny. Mazhab ini merupakan reaksi terhadap para pemuja hukam alam atau hukum kodrat yang berpendapat bahwa hukum alam itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa, untuk semua tempat dan sejarah berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat. C. Teori Theokrasi Teori ini menganggap bahwa hukum itu kemauan Tuhan. Dasar kekuatan hukum dari teori ini adalah kepercayaan kepada Tuhan. D. Teori Kedaulatan Rakyat Perjanjian Masyarakat Pada zaman Renaissance timbul teori yang mengajarkan bahwa dasar hukum itu adalah “akal atau rasio“ manusia aliran Rasionalisme rakyat. Menurut aliran Rasionalisme ini bahwa Raja dan penguasa negara lainnya memperoleh kekuasaanya itu bukanlah dari Tuhan , tetapi dari rakyatnya. E. Teori Kedaulatan Negara Teori ini timbul pada abad 19 pada waktu memuncaknya ilmu pengetahuan alam. Teori ini menentang teori perjanjian masyarakat. Menurut teori ini 1. Hukum adalah kehendak negara. 2. Hukum ditaati orang karena negara menghendakinya. F. Teori kedaulatan hukum Teori ini merupakan penentang teori kedaulatan negara, teori ini berpendapat 1. Hukum berasal dari perasan hukum yang ada pada sebagian besar anggota masyarakat. 2. Hukum mewujudkan perasaan hukum sebagian besar anggota masyarakat. 3. Oleh karena itu hukum ditaati oleh anggota masyarakat. Kodifikasi dan Perkembangan hukum Pengertian Kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan Undang-Undang dalam materi yang sama. Tujuan kodifikasi hukum adalah agar didapat suatu rechtseenheid kesatuan hukum dan suatu rechts-zakerheid kepastian hukum. Aliran –aliran Hukum Sebagai akibat kemajuan dan perkembangan masyarakat maka timbullah aliran –aliran hukum sebagai berikut 1. Aliran Freie Rechtslehre. Ajaran ini timbul pada tahun 1840, karena Ajaran Legisme dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Aliran Legisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber hukum adalah Undang-Undang dan di luar Undang-Undang- Undang-Undang tidak ada hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Menurut paham Freie Rechtslehre atau hukum bebas menyatakan bahwa hukum tumbuh didalam masyarakat dan diciptakan oleh masyarakat berupa kebiasaan dalam kehidupan dan hukum alam kodrat yang sudah merupakan tradisi sejak dahulu, baik yang Selanjutnya aliran Freie Rechtslehre berkembang menjadi dua aliran yaitu a. Aliran hukum bebas sosiologis, yang berpendapat bahwa hukum bebas itu adalah kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat dan berkembang secara sosiologis. b. Aliran hukum bebas natuurrechtelijk yang berpendapat bahwa hukum bebas adalah hukum alam. 2. Aliran Rechtsvinding Penemuan hukum Aliran ini bertolak belakang dengan aliran hukum bebas, kalu aliran hukum bebas bertolak pada hukum di luar Undang- Undang, maka aliran Rechtsvinding mempergunakan Undang-Undang dan Hukum di luar undang-undang. Dalam pemutusan perkara mula-mula hakim berpegang pada Undand-Undang dan apabila ia tidak menemukan hukumnya, maka ia harus menciptakan hukum sendiri dengan berbagai cara seperti mengadakan interpretasi penafsiran terhadap Undang- Undang dan melakukan konstruksi hukum apabila ada kekosongan hukum. Menurut aliran Rechtsvinding , hukum terbentuk dengan beberapa cara a. Karena Wetgeving pembentukan Undang-Undang b. Karena administrasi tata usaha negara c. Karena peradilan rechtsspraak atau peradilan d. Karena kebiasaan/ tradisi yang sudah mengikat masyarakat. e. Karena ilmu wetenschap 3. Aliran Legisme Aliran berpendapat bahwa a. Satu-satunya aliran hukum adalah Undang-Undang b. Di Luar Undang-Undang tidak ada hukum Dalam aliran Legisme ini hakim hanya didasarkan pada Undang – Undang saja. Aliran yang berlaku di Indonesia, Indonesia mempergunakan Rechtsvinding. Hal ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan perkara berpegang pada Undang- Undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam masyarakat. Apabila ada perkara , hakim melakukan tindakan sebagai berikut 1. Ia menempatkan perkara dalam proporsi yang sebenarnya. 2. Kemudian ia melihat pada Undang- Undang - Apabila UU menyebutnya, maka perkara diadili menurut Undang-Undang. - Apabila UU kurang jelas, ia mengadakan penafsiran. - Apabila ada ruangan-ruangan kosong, hakim mengadakan konstruksi hukum, rechtsverfijning atau argumentum a contrario. 3. Hakim juga melihat jurisprodensi,hk. Agama , adat yang berlaku. Cara Penafsiran Hukum • Obyektif 1. Penafsiran lepas dari pendapat pembuat Undang- Undang dan sesuai dengan adat bahasa sehari-hari. 2. Penafsiran Luas dan Sempit. Penafsiran secara luas adalah apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian yang seluas-luasnya. Penafsiran sempit adalah apabila dalil yang ditafsirkan diberi pengertian yang sempit. Dilihat dari sumbernya penafsiran ada 3 yaitu otentik,ilmiah,hakim. Otentik Penafsiran yang diberikan oleh pembuat Undang-Undang seperti dalam Undang-Undang tersebut. Ilmiah Penafsiran yang didapat dalam buku-buku dan hasil karya para ahli. Hakim Penafsiran yang bersumber dari hakim atau peradilan yang hanya mengikat pihak bersangkutan yang berlaku bagi kasus-kasus tertentu. Metode Penafsiran • Penafsiran gramatikal / tata bahasa Penafsiran menurut bahasa atau kata-kata. • Penafsiran Historis Meneliti sejarah daripada Undang – Undang yang bersangkutan . • Penafsiran Sistematis Suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan yang lain. Dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan / pada perundang-undangan hukum yang lainnya atau membaca penjelasan suatu perundang-undangan sehingga kita mengerti apa yang dimaksud. • Penafsiran Sosiologis Penafsiran yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat agar penerapan hukum dapat sesuai dengan tujuannya yaitu kepastian hukum berdasarkan asas keadilan masyarakat. • Penafsiran Otentik Penafsiran secara resmi yang dilakukan oleh pembuat Undang- Undang itu sendiri atau oleh instansi yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Dan tidak boleh oleh siapapun dan pihak manapun. • Penafsiran Perbandingan Suatu penafsiran dengan membandingkan antara hukum lama dan hukum positif yang berlaku saat ini. Antara hukum Nasional dengan hukum asing dan hukum kolonial. Bentuk konstruksi Hukum Bentuk konstruksi hukum ada 3 yaitu Analogi, Penghalusan Hukum, Argumentum a Contrario. • Penafsiran Analogis sesuai dengan asas hukumnya. Sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan dianggap sesuai dengan peraturan tersebut. • Penghalusan Hukum Rechtsvertjining Memperlakukan hukum sedemikian rupa ,sehingga seolah –olah tidak ada pihak yang disalahkan. • Argumentum a Contrario Pengungkapan secara berlawanan, yaitu penafsiran Undang-undang yang didasarkan atas pengingkaran. Artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam Undang-Undang. Penafsiran ini mempersempit perumusan hukum/ perundang- undangan lebih mempertegas kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan keraguan. Sumber – Sumber Hukum Sumber Hukum adalah Segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Macam-macam Sumber Hukum 1. Algra Sumber hukum dibagi dua macam yaitu formil dan materil. Sumber hukum materil tempat darimana materi hukum itu di ambil, faktor pembentukan hukum Sumber hukum formil Tempat/ sumber dariman suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan menyebabkan peraturan itu berlaku secara formal. 2. Van Apeldorn membedakan 4 macam sumber hukum Historis, Sosiologis, Filosofis, Dan Formil. • Historis Tempat menemukan hukumnya dalam sejarah. • Sosiologis Faktor –faktor yang menentukan isi hukum positif. • Filosofis 1. Sumber isi hukum ada 3 pandangan 1. Menurut Teoritis, Menurut Pandangan Kodrat, Mazhab Historis. 3. Sumber Kekuatan Mengikat hukum. • Formil Sumber hukum yang dilihat dari cara terjadinya hukum positif merupakan fakta yang menimbulakan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan penduduk. 4. Achmad Sanusi Hukum terbagi 2 kelompok yaitu Normal dan Abnormal Normal yang langsung atas pengakuan Undang –Undang Abnormal Proklamasi, Kudeta, Revolusi. Undang – Undang Undang –undang adalah Suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Undang undang adalah produk daripada pembentukan Undang- Undang yang terdiri dari Presisen dan DPR. Sistem pembuatan Undang-Undang yaitu sistem umum dan sistem lengkap. Sistem Umum adalah sistem penyusunan daripada Undang-Undang dengan mengisi pokok-pokoknya saja. Sistem lengkap adalah Undand- Undang oleh pembuatnya diisi oleh pasal yang lengkap, terperinci, jelas dan lebih banyak mengarah ke hukum dalam bentuk kodifikasi. Undang- Undang dalam arti Formil dan Materil Dalam arti Formil Keputusan penguasa yang diberi nama Undang- Undang / UU yang dilihat dari segi bentuknya. Undang-Undangnya ini dibuat serta dikeluarkan oleh Badan Perundang-undangan yang berwenang dan dari segi bentuknya dapat disebut undang-undang. Dalam arti Materil • Penetapan yang diikuti penetapan kaidah hukum yang disebutkan dengan tegas. • Semua peraturan perundangan bersifat mengatur/ berlaku untuk umum. • Keputusan penguasa yang dilihat dari segi isi mempunyai kekuatan mengikat untuk umum. Hukum kebiasaan Kebiasaan adalah Tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, lazim, normal, /adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Kebiasaan juga dapat diartikan Suatu perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa sehingga masyarakat beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian. Syarat timbulnya Kebiasaan 1. Syarat materil Adanya perbuatan tingkah laku, yang dilakukan berulang- ulang di dalam masyarakat tertentu. 2. Syarat Intelektual Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan. 3. Adanya akibat hukum bila hukum itu dilanggar. Hukum Kebiasaan adalah Himpunan kaidah-kaidah yang biarpun tidak ditentukan oleh badan-badan perundand-undangan dalam kenyataannya ditaati juga. Karena orang sanggup menerima kaidah-kaidah itu sebagai hukum dan ternyata kaidah-kaidah tersebut dipertahankan oleh penguasa-penguasa masyarakat yang tidak termasuk hubungan badan-badan perundang-undangan. • Suatu perbuatan yang tetap dilakukan orang. • Keyakinan bahwa perbuatan itu harus dilakukan karena telah merupakan kewajiban. Kelemahan Hukum kebiasaan • Bahwa hukum kebiasaan mempunyai kelemahan yatu bersifat tidak tertulis oleh karenanya tidak dapat dirumuskan secara dan pada umumnya sukar menggantinya. • Tidak menjamin kepastian hukum dan sering menyulitkan beracara karena bentuk kebiasaan mempunyai sifat beraneka ragam. Persamaan Undang- Undang dan Hukum Kebiasaan adalah 1. Kedua-duanya merupakan penegasan pandangan hukum yang terdapat dalam masyarakat. 2. Kedua-duanya perumusan kesadaran hukum suatu bangsa. Sedangkan Perbedaan Undang-Undang dan Hukum adalah 1. Undang –Undang keputusan pemerintah yang dibebankan kepada orang,subyek hukum. Sedangkan kebiasaan merupakan peraturan yang timbul dari pergaulan. 2. Undang-Undang lebih menjamin kepastian hukum daripada kebiasaan. Sedangkan kebiasaan hanya sebagai pelengkap.

ketaatan kita terhadap hukum semestinya